Beranda » Belasan Tahun Tak Punya Rumah Singgah, Purworejo akan Realisasikan Penampungan Sementara Penyandang Masalah Sosial

Belasan Tahun Tak Punya Rumah Singgah, Purworejo akan Realisasikan Penampungan Sementara Penyandang Masalah Sosial

PURWOREJO, Rumah singgah yang digunakan untuk berbagai keperluan dari lintas OPD di Kabupaten Purworejo sudah menjadi kebutuhan yang mendesak. Selama belasan tahun Kabupaten Purworejo belum memiliki rumah singgah yang digunakan untuk penampungan sementara orang-orang yang memiliki masalah sosial.

Ditemui di ruangannya, Kepala Dinas Sosial Kependudukan dan KB (Din SosdukKB) Kabupaten Purworejo, Jainudin menjelaskan, rumah singgah sebenarnya sudah lama dirasakan sebagai kebutuhan. Tidak hanya tahun ini tapi sejak beberapa tahun lalu mengingat masalah sosial yang membutuhkan rumah singgah sudah banyak

Awal Desember ini pihaknya pun mengajukan permohonan pembangunan rumah singgah yang layak kepada pimpinan. “Alhamdulillah kami dapat dukungan dari berbagai pihak,” ungkap Kadin SosdukKB Jainudin saat ditemui Purworejo News pada Jumat (15/12).

Selain di tingkat kabupaten, lanjut Jainudin, dukungan juga berasal Dinas Kesehatan (Dinkes) untuk menyukseskan Indonesia bebas pasung. Menurutnya, saat ini masih ada 17 warga di Kabupaten Purworejo yang terpasung dan belum ada solusinya kalau pasungannya dilepas. “Kalau ada RS mereka bisa dilepas dari pasungnya sebelum dirujuk ke lembaga pemerintah yang menanganinya,” imbuh Jainudin.

Selain itu, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DP3APMD) juga membutuhkan tempat untuk perlindungan perempuan korban KDRT. Hal itu karena di rumah mereka merasa terintimidasi sehingga memilih untuk pergi dari rumah untuk mencari perlindungan.

Instansi lain yang juga membutuhkan adanya rumah singgah adalah Satpol PP untuk menegakkan Perda K3, yakni menertibkan para pelaku masalah sosial seperti anak punk. “Kami kesulitan menampung mereka karena berbagai masalah sosial ini tidak bisa diselesaikan secara singkat dan butuh waktu. Nah, selama menunggu itu dibutuhkan tempat yang layak,” jelas Jainudin.

Faktor pendukung lainnya, lanjut Jainudin, yakni adanya surat dari Kapolres Purworejo tentang evakuasi ODGJ yang berada di Polres karena tidak ada tempat penampungan. Semua hal tersebut menjadi klop dengan Sekda Provinsi Jawa Tengah yang meminta setiap kabupaten/kota memprioritaskan adanya rumah singgah.

“Berangkat dari berbagai kepentingan tersebut maka kami mengajukan kepada pimpinan dan berharap untuk bisa direalisasikan. Pemda merespon bagus,” imbuhnya. Dikatakan, pihak PUPR pun hadir untuk memonitoring tempat bakal rumah singgah agar tidak menyalahi tata tuang.

Kadin SosdukKB Jainudin

Jainudin menyebutkan, saat ini sudah ada calon tempat untuk untuk dijadikan lokasi rumah singgah. Meski demikian pihaknya belum bisa menyebutkan tepatnya lokasi dimaksud. Hal itu menurutnya adalah untuk menghindari adanya konflik, berkaca dari waktu sebelumnya karena persepsi masyarakat yang belum pas.

“Tempatnya sudah ada, berada di Kecamatan Purworejo. Kami suda mempertimbangkan faktor keamanan, dampak sosial, termasuk lokasinya juga ini jauh dari pemukiman. Jadi masyarakat tidak perlu kuatir karena ini bukan rumah ODGJ, melainkan tempat penampungan sementara,” ungkap Jainudin.

Adapun bangunan, lanjutnya, dibuat sedemikian rupa sehingga aman dan dijamin mereka tidak berkeliaran. Selain itu juga diterapkan standar aman dari perilaku yang tidak baik maupun kegiatan fisik. Termasuk terpisah antara laki-laki dan perempuan. Demikian pula terpisah antara penghuni ODGJ dan bukan. Jadi mereka tidak bercampur. Termasuk yang ODGJ juga dipisah laki-laki dan perempuan.

Sarpras lain yakni adanya kantor penjaga, kantor pengurus, serta kebutuhan dasar manusia seperti tempat MCK, ruang makan, sarana ibadah, dan arena terbuka untuk beraktivitas.

Jainudin menyatakan, mengingat APBD tahun ini masih belum memungkinkan, maka dialokasikan anggaran tahun 2024 dan diharapkan dapat direalisasikan tahun 2025, baik dari provinsi maupun kementerian. “APBD jadi alternatif terakhir bila pos-pos tersebut tidak bisa. Itupun nanti bertahap pembangunannya. Minimal di tahun 2025 bisa terealisir dengan skala prioritas,” lanjut Jainudin.

Dikatakannya bahwa dalam undang-undang disebutkan, urusan sosial merupakan hal wajib yang harus diselenggarakan. Di beberapa OPD penanganan ODGJ dan orang terlantar merupakan salah satu poin standar pelayanan minimal tanpa ada alasan tidak ada anggaran. Ini yang harus dilakukan oleh Dinsos dan ditangani 100%.

Harapannya dengan adanya rapat bersama pimpinan dan beberapa OPD bisa terealisasi dan dianggarkan. Paling tidak bisa dianggarkan. Sebenarnya supaya ngirit anggaran bisa dicari SD yang diregrouping. Tapi ternyata belum ditemukan yang layak, termasuk bekas SD yang di Kelurahan Boro kulon akhirnya diminta Dinas KUKMP menjadi bangunan PLUT.

Juga ada SD yang layak tapi milik pemdes yang prosedurnya rumit. Termasuk Pondok Boro tapi bangunannya sudah parah dan berada di lingkungan sosial yang padat. “Kita sudah lakukan analisis sosialisasi yang paling memungkinkan ya yang sekarang kami ajukan ini,” pungkas Jainudin. (Dia)

Loading

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *