Beranda » Gotong Royong Jadi Kunci Keberhasilan Penurunan Angka Stunting di Kabupaten Purworejo

Gotong Royong Jadi Kunci Keberhasilan Penurunan Angka Stunting di Kabupaten Purworejo

PURWOREJO, Dewasa ini hampir seluruh daerah di Jawa Tengah sedang menghadapi masalah tingginya angka stunting, termasuk Kabupaten Purworejo. Istilah stunting atau terganggunya pertumbuhan anak sehingga terlihat lebih rendah dibandingkan anak-anak lainnya, menjadi pembahasan hangat dalam beberapa waktu terakhir ini. 

Kepala Dinas Sosial Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DinsosdaldukKB) Kabupaten Purworejo Ahmat Jaenudin menjabarkan dua ukuran stunting.

Pertama, berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) dengan indikator makro yakni survei yang dilakukan Kemenkes. Survei meliputi keterpenuhan gizi spesifik dan gizi sensitif. Angka stunting Purworejo di tahun 2022 berdasarkan SSGI sebesar 21,3%. Karena berbasis survei maka tidak bisa dispesifikasikan.

Kedua, berdasarkan Elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (E-PPGBM) yakni melalui metode penimbangan dan pengukuran serentak, dilakukan kepada seluruh balita (bawah lima tahun) dan baduta (bawah dua tahun) setahun empat kali oleh petugas puskesmas, bidan, dan posyandu. “Data ini bisa by name by address. Adapun agkanya per 15 September 2023 yakni 13,88%,” ungkap Jaenudin saat ditemui Purworejo News di kantornya pada Jumat (13/10/2023).

Ia menjelaskan, berdasarkan SSGI, di Purworejo ada empat kecamatan yang angka stuntingnya masih tinggi. Yakni Kecamatan Kaligesing 22,21%, Pituruh 21,25%, Bruno 21,21%, dan Bener 20,87%. Adapun angka terendah di Kecamatan Banyuurip yakni 7,3%. Sedangkan Kecamatan Purworejo 8,97%.

Kepala DindosdaldukKB Kabupaten Purworejo Ahmat Jaenudin

Meski demikian, dari kedua ukuran tersebut menurut Jaenudin, yang dimunculkan adalah SSGI sehingga Kabupaten Purworejo harus mengejar target nasional di tahun 2024 yakni 14% sesuai arahan Presiden Joko Widodo.

Untuk mengejar angka tersebut, Pemkab Purworejo melakukan langkah-langkah intervensi agar angkanya yang saat ini mencapai 21,3% bisa turun menjadi 14%.

“Langkah intervensi dilakukan pada tahun ini dengan mengoptimalkan peran Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) tingkat kabupaten hingga desa/kelurahan,” ucap Jaenudin. 

TPPS Kabupaten Purworejo yang diketuai oleh Wakil Bupati Yuli Hastuti beranggotakan berbagai lintas OPD. Yakni Dinkes, DinsosdaldukKB, Dinas PUPR, Dinas Perkimtan, Bappeda, Bagian Kesra, dan Sekda.

Jaenudin menambahkan, TPPS ini berjenjang di tingkat kabupaten hingga desa/kelurahan. Seluruh TPPS bergerak untuk memperbaiki indikator SSGI. 

Wabup bersama para pejabat tingkat kecamatan saat mengadakan Rembug Stunting

Menurutnya, Kabupaten Purworejo mengalami progres yang bagus. Salah satu indikatornya yakni adanya pendekatan spesifik dengan dinyatakannya Bebas ODF (Open Defecation Free/Air Besar Sembarangan) di Kabupaten Purworejo pada bulan September lalu. Hal tersebut menguatkan adanya penurunan stunting di Kabupaten Purworejo.

Terkait upaya mengurangi stunting, Jaenudin menjelaskan tentang intervensi sensitif dan spesifik. “Intervensi sensitif diantaranya keterpenuhan bansos untuk warga miskin misalnya PKH, JKN, dan PBI. Selain juga keterpenuhan air bersih dan jamban, termasuk ODF,” lanjutnya.

Adapun intervensi spesifik, berupa cakupan tambah darah untuk remaja putri dan ibu hamil. Juga ketercakupan gizi ibu hamil, penimbangan batita dan balita, termasuk imunisasi. Selain itu ketercakupan prosentase layanan persalinan di faskes. Keterpenuhan spesifik ini, menurut Jaenudin, merupakan ranah Dinkes.

“Di tingkat kecamatan, TPPS bergerak melalui dukungan kebijakan strategi kabupaten meliputi tiga hal. Yakni mendukung ODF, pengawasan pengendalian dana desa khususnya untuk urusan stunting, serta aktif melakukan koordinasi lintas sektor untuk menghindari pernikahan dini melalui kerjasama dengan KUA,” jelas Jaenudin. Selain itu juga menggalang partisipasi publik untuk menjadi ibu atau bapak asuh.

Sedangkan di tingkat desa, melalui kades dilakukan upaya penurunan stunting dengan menggunakan dana desa. Bahkan ada ketentuan jika tidak mengalokasikan sebagian untuk stunting, Dana Desa tidak aka  dicairkan. “Kami juga mengantisipasi kemungkinan lain karena yang ditangani bukan hanya yang sudah lahir stunting,” imbuhnya.

Wabup Yuli Hastuti menyerahkan bantuan telur kepada ibu-ibu

Jaenudin menegaskan, pihaknya melakukan pencegahan stunting dari hulu sampai ke hilir. Cara menanganinya pun dilakukan secara gotong royong. Di tingkat hulu yakni kabupaten, pemda melakukan sosialisasi dan mengawal remaja putri yang sehat.

“Maka Dinkes mendistribusikan tablet tambah darah ke seluruh sekolah untuk mengawal remaja putri supaya sehat. Selain itu Dinkes juga melakukan sosialisasi pentingnya kesehatan reproduksi kepada masyarakat,” imbuhnya.

Bahkan Indikator sehat juga diukur dari lingkar lengan tidak kurang dari 23 Cm. Bila kurang dari itu bisa jadi terindikasi kekurangan energi kronis (KEK). Bagi ibu hamil, Dinkes juga mengkampanyekan agar mereka melakukan pemeriksaan ke faskes minimal bidan desa. 

Meski begitu, bukan perkara yang mudah untuk memberantas stunting. Jaenudin menyebutkan, salah satu hambatannya adalah banyaknya anak stunting yang bukan berasal dari keluarga miskin.

“Stunting juga bisa disebabkan oleh pola asuh yang salah. Misalnya ketidakpahaman ibu terkait gizi dengan tidak memberikan ASI ekslusif. Hal itu karena kesibukan orang tua yang tidak telaten. Padahal sudah ada Perda nomor 1 tahun 2016  yang mengatur tentang pemberian ASI ekslusif,” katanya.

Wabup Yuli Hastuti menyerahkan bantuan untuk penurunan stunting

Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, menurut Jaenudin, yakni dengan mengedukasi kepada orang tua melalui kader di lingkungan tempat tinggal. Salah satunya melalui kegiatan PKK. Para kader dibekali materi agar mampu mendampingi orang tua yang belum paham pemberian ASI ekslusif.

Hal yang tak kalah penting yakni mengatasi permasalahan stunting di empat kecamatan, yakni terkait masih adanya pernikahan dini dan tingkat pendidikan yang masih kurang dibanding 12 kecamatan lain di Purworejo. Hal ini membuat pemahaman tentang gizi dan pola asuh perlu diperkuat.

“Intinya, kami sudah berusaha dengan banyak cara, baik yang kaitannya komunikasi maupun inervensi berupa materi kepada masyarakat Purworejo dari hulu sampai hilir dengan harapan tahun 2024 bisa memenuhi target,” tegas Jaenudin.

Pemkab pun melalui Wakil Bupati Yuli Hastuti berharap dengan pola pencegahan tidak lahir anak stunting baru. Untuk itu Pemkab berterima kasih kepada lembaga, perusahaan, organisasi, maupun perorangan yang telah berperan sebagai bapak atau ibu asuh anak stunting.

Jaenudin menyebutkan, pada tahun 2023  Purworejo mengalami peningkatan peranan dari berbagai pihak dibanding tahun 2022 yang hanya menggandeng dua bapak asuh  yakni Dandim dan Baznas. 

“Sekarang ada 88 bapak dan bunda asuh, termasuk ormas Muhammadiyah dan NU melalui Fatayat dan Muslimat,” ungkap Jaenudin.

Termasuk dilakukan oleh pengusaha ayam petelur yang menyediakan puluhan ribu telur ayam gratis untuk menanggulangi stunting akibat kekurangan gizi. Seperti dilakukan oleh para pengusaha ayam petelur di Kecamatan Banyuurip. 

Lurah Pangenjurutengah menyerahkan bantuan telur kepada warga yang memiliki anak balita

Dituturkan oleh Jaenudin, pengusaha ayam petelur itu membagikan 10.800 butir telur di Kecamatan Banyuurip dan 6.000 butir telur di Kecamatan Pituruh. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah bertambahnya kasus stunting di Kabupaten Purworejo.

Di tingkat desa/kelurahan, orang tua asuh juga turut berperan menekan angka stunting. Seperti di Kelurahan Pangenjurutengah Kecamatan Purworejo. Lurah Pangenjurutengah Widodo mengatakan, ada 25 warganya yang stunting. Dari jumlah tersebut sebagian ditangani oleh orang tua asuh. 

Diantaranya oleh warga RT 1 RW 8 Kelurahan Pangenjurutengah, Kecamatan Purworejo. Seperti dituturkan oleh pengurus PKK RT 1 RW 8, Titik Mintarsih, setiap satu bulan sekali anggota PKK RT 1 memberikan bantuan kepada empat warga di Kelurahan Pangenjurutengah yang stunting, termasuk ibu hamil.

Caranya dengan mengumpulkan uang yang berasal dari kelompok ibu-ibu pengajian, iuran kelompok RT, dawis, dan satu orang atas nama pribadi. “Kami mengambil paket senilai Rp 180.000 perbulan untuk kemudian dibelikan kebutuhan seperti telur dan susu yang bermanfaat untuk menurunkan angka stunting,” jelasnya.

Langkah tersebut dilakukan, lanjut Titik, adalah sebagai upaya tindakan nyata warga untuk menekan angka stunting di Kabupaten Purworejo melalui orang tua asuh. “Alhamdulillah satu ibu hamil yang mengikuti program ini sudah melahirkan dan si bayi beratnya normal. Saat ini berada dalam pantauan posyandu dan bidan desa,” imbuhnya.

Salah seorang penerima bantuan stunting, Candra (31) warga RT 2 RW 3 Kelurahan Pangenjurutengah, menuturkan, bantuan telur dan susu sangat bermanfaat untuk anaknya yang masih batita. Ia berharap anaknya yang telah didiagnosa berpotensi stunting dapat tumbuh normal seperti anak-anak lainnya.

Bupati Purworejo mengukuhkan Bapak Asuh Anak Stunting

Sementara itu Wakil Bupati Purworejo Yuli Hastuti saat menyampaikan bantuan stunting di wilayah Kecamatan Gebang beberapa waktu lalu menyebutkan, kompleksitas intervensi program percepatan penurunan stunting tidak dapat dilakukan hanya oleh pemerintah saja. Negara memberikan ruang apresiasi atas kontribusi setiap unsur pemangku kepentingan termasuk masyarakat dalam upaya percepatan penurunan stunting.

“Program Bapak Asuh Anak Stunting (BAAS) hadir untuk menyediakan ruang kontribusi pemangku kepentingan untuk turut ambil bagian dalam percepatan penurunan stunting. Ini merupakan gerakan gotong royong seluruh elemen bangsa dalam mempercepat penurunan stunting,” ucap Wakil Bupati saat menyerahkan bantuan percepatan penurunan stunting di Kecamatan Gebang, Selasa (26/9/2023).

Ditambahkannya, BAAS menyasar langsung keluarga berisiko stunting dengan melibatkan perseorangan, masyarakat, akademisi, organisasi profesi, dunia usaha. Juga media massa, organisasi masyarakat sipil, perguruan tinggi, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan mitra pembangunan.

Di Purworejo, menurut data yang disampaikan wakil bupati, Program BAAS semula 26 dan meningkat menjadi 88 pada bulan September. Ini tentu sebuah peningkatan yang sangat menggembirakan, dan mudah-mudahan bisa ditiru pemangku kepentingan di Kecamatan Gebang. Karena memang diharapkan lebih banyak lagi partisipasi dari setiap unsur pemangku kepentingan, termasuk masyarakat untuk menjadi BAAS di Kabupaten Purworejo.

Upaya penurunan stunting secara gotong royong yang meliibatkan berbagai stakeholder itu diharapkan dapat mempercepat pencapaian hasil yang diharapkan. Mungkin tidak dapat terwujud dalam waktu singkat, namun kerja keras tidak akan membohongi hasil. (Ahmad Nas Imam)

Loading

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *