Beranda » Jualan Online Makin Gencar, Pedagang Pakaian di Purworejo Keluhkan Omset Turun Drastis

Jualan Online Makin Gencar, Pedagang Pakaian di Purworejo Keluhkan Omset Turun Drastis

PURWOREJO, Gempuran teknologi yang memudahkan konsumen untuk berbelanja lewat media online membawa dampak menyesakkan bagi para pedagang khususnya sektor pakaian atau fashion. di Purworejo para pedagang pakaian pun mengalami penurunan omset sangat drastis akibat dampak penjualan online, termasuk melalui tiktok shop yang makin marak.

Seperti yang dialami para pedagang pakaian di Pasar Baledono. Kios pakaian di lantai satu banyak yang tutup, menambah sendu suasana pasar terbesar di Purworejo tersebut. Sedangkan di bagian selasar lainnya, beberapa kios yang buka tidak ada transaksi jual beli.

Salah satu pemilik kios, Desi (47) menjelaskan, suasana pasar yang sepi pembeli sudah dialami pasca lebaran. Menurutnya, kondisi sepinya pembeli saat ini lebih parah dari waktu pandemi. “Sekarang orang sudah beralih ke online. Mereka bisa jual lebih murah, misalnya Rp 45.000 plus no ongkir, padahal kami jual barang itu di harga Rp 75.000. Kami bisa apa?” keluh Desi yang ditemani suaminya, Afrides (47) dan seorang pegawainya.

Iapun heran murahnya harga yang dijual secara online. “Bagaimana bisa semurah itu, padahal kami paling hanya untung Rp 5.000. Apa mungkin juga karena mereka tidak bayar sewa kios, tidak bayar karyawan, juga tidak bayar retribusi seperti kami ini,” ujar Desi kepada Purworejo News, Selasa (26/9).

Desi mengaku pusing dengan kondisi sekarang ini. Sebelumnya, dalam sehari ia bisa dengan mudah mendapatkan omset minimal Rp 3 juta. Sekarang untuk mendapatkan Rp 1 juta dari tiga kios saja sangat sulit. “Sebelumnya saya 10 hari sekali belanja. Sekarang tiga bulan sekali saja belum tentu (belanja lagi), barang gak bergerak,” ucapnya pilu.

Desi bersama suami dan pegawainya menunggu pembeli

Saking sepinya, menurut Desi, para pedagang kini tidak lagi saling bertanya dapat (uang) berapa, melainkan wis pedhot po rung, alias sudah ada pembeli atau belum. Bahkan kios besar sekelas D2 miliknya pernah dalam sehari hanya menjual satu buah bra.

“Itu ada kios yang tutup sudah seminggu ini karena gak ada yang beli sama sekali,” kata Desi sambil menunjuk ke salah satu kios yang berada di bagian dalam.

Meski berada di tempat yang strategis, hal itu ternyata tidak berpengaruh terhadap penjualan. “Dari pagi sampai sore buka kios paling yang beli cuma beberapa pelanggan. Padahal kan kami berharap orang yang lewat sini bisa beli,” ucap Desi sendu.

Bahkan kini menurutnya, hari Minggu atau hari libur kondisinya sama saja. Sebelumnya, di hari Minggu atau libur pasar ramai karena biasanya orang tua mengajak anaknya belanja ke pasar. Sekarang tidak lagi alias sama saja, setiap hari pasar selalu sepi dari pembeli. Demikian pula dengan tanggal muda atau tanggal tua, juga sama saja.

Selain membayar sewa kios, retribusi, dan pegawai, Afrides juga dipusingkan dengan urusan membayar cicilan bank. “Tolonglah pemerintah kasih solusi, terutama buat mengatasi permasalahan kami para pedagang konvensional, ada aturannya kebijakannya bagaimana,” ungkapnya.

Toko Roma juga sepi pembeli

Kondisi yang sama juga dialami oleh Toko Roma yang berada di Jalan A. Yani Purworejo. Toko fashion yang sudah berdiri sejak puluhan tahun itu pun mengalami penurunan omset dalam beberapa waktu terakhir ini.

Manajer Toko Roma, Diva (22) menjelaskan, setelah lebaran tokonya mengalami penurunan omset sekitar 20%. “Kalau sebelumnya sehari bisa Rp 1 juta, sekarang paling banyak dapat Rp 800.000,” ungkapnya.

Penurunan tersebut, lagi-lagi diduga karena adanya penjualan online. Padahal menurut Diva, murahnya barang yang dijual secara online belum tentu kualitasnya sama dengan yang di toko. “Bisa jadi kualitasnya beda. Tapi kan pembeli biasanya lebih tertarik dengan harga murahnya,” jelas Diva.

Selain itu menurut Diva juga karena mereka tidak membayar sewa tempat, bayar pegawai, dan pajak. Ia pun mengkuatirkan masifnya penjualan online yang menyebabkan sepinya pembeli dapat mengakibatkan meningkatnya angka pengangguran. “Kalau begini terus bisa terjadi PHK atau meningkatnya angka pengangguran. Ini juga harus dipikirkan pemerintah, dicari solusinya” ucap Diva.

Meski begitu pihaknya masih berusaha bertahan dengan kondisi saat ini. Sama halnya dengan Toko Metro yang juga mengalami penurunan omset pasca lebaran. Yani (52), yang bekerja di bagian kasir pun mengatakan, saat ini Toko Metro masih mempertahankan 12 pegawainya meski pembelinya semakin sepi. (Dia)

Loading

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *