YOGYAKARTA, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Purworejo, Andri Kristanto mendapat undangan dari Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN) Yogyakarta untuk melakukan Bedah Buku “Mengenal Lebih Dekat Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum di Indonesia”. Ini merupakan karya terbaru Andri yang dikenal produktif menulis buku.
Bedah buku yang diadakan di Gedung Perpustakaan kampus STPN ini dibuka oleh Dirjen Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan Kementerian ATR/BPN, Embun Sari secara daring dan dihadiri Ketua STPN, Sri Yanti Achmad. Juga Kakanwil Jawa Tengah, Kakanwil DIY, Kepala Bidang Pengadaan Tanah dan Pengembangan Kantor Wilayah Jawa Tengah dan DIY, serta semua Kepala Kantor Pertanahan se-Jawa Tengah dan DIY.
Dosen dan taruna taruni Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN) pun menjadi audiens pada bedah buku yang diadakan Kamis (22/5/2025).
Dalam paparannya, Andri menjelaskan, buku ini merupakan sebuah karya yang menjelaskan pengalaman dalam proses dan cara penyelesaian pengadaan tanah.
Menurutnya, ada lima permasalahan dalam Program Strategis Nasional (PSN). Yakni pembebasan tanah/lahan, pembiayaan dan pendanaan, birokrasi dan regulasi, keterbatasan sumber daya manusia dan kapabilitas, serta yang terakhir dampak lingkungan dan sosial.

Berdasarkan pengalamannya, Andri mengungkapkan permasalahan umum pengadaan tanah. “Harga ganti rugi, status tanah yang akan dibebaskan, perbedaan hasil ukur dan harga ganti rugi, proses dan pembayaran UGR, termasuk sarana umum yang terkena pembebasan tanah, menjadi permasalahan umum dalam pengadaan tanah,” tutur Andri.
Ia juga membeberkan tentang tujuan pengadaan tanah serta jenis hak tanah. Ada hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai. Andri juga menekankan prinsip pengadaan tanah, yakni kemanfaatan, keadilan, kemanusiaan, keterbukaan, kepastian, kesepakatan, keikutsertaan, keberlanjutan, dan keselarasan.
Satu hal penting dari acara bedah buku tersebut yakni pembahasan tentang studi kasus Bendungan Bener berupa kontroversi pengadaan tanah di Desa Wadas meliputi konflik sosial, resistensi terhadap aparat, dan isu lingkungan.
“Pelajaran dari Wadas yaitu pentingnya pendekatan partisipatif dan dialogis dalam pengadaan proyek yang bersentuhan langsung dengan kehidupan masyarakat. Lahan yang terdampak serta nilai UGR-nya pun sangat besar karena ini merupakan PSN. Ada 1.867 penerima UGR senilai Rp1,5 triliun dengan lahan terdampak 408 hektare,” jelas Andri.
Ia pun menyampaikan strategi pengadaan tanah, yaitu 4K atau komunikasi, kolaborasi , komitmen, dan koordinasi. “Pada tahapan koordinasi kita harus memastikan semua pihak bekerja sesuai peran dan tanggungjawab masing-masing,” ungkapnya.
Di bagian akhir dari bukunya, Andri memberikan rekomendasi terkait pemberdayaan masyarakat, transparansi data dan proses, penguatan lembaga pelaksana, serta konsistensi regulasi untuk menghindari konflik kebijakan.
“Setelah membaca buku ini, kita akan mudah mengetahui strategi dalam menyelesaikan masalah yang ada. Dengan menggunakan pendekatan verbal dari beberapa stakeholder dan masyarakat yang terdampak terciptalah hubungan yang positif dan mendorong keterbukaan informasi,” ucapnya.
Andri berharap buku Mengenal Lebih Dekat Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum di Indonesia dapat digunakan sebagai referensi pelaksana pengadaan tanah dan menambah wawasan untuk kalangan umum. (Dia)