Beranda » Buntut Kenaikan Sepihak Sewa Lahan di Kemirikidul Purworejo, Penyewa Kios Ajukan Pengacara

Buntut Kenaikan Sepihak Sewa Lahan di Kemirikidul Purworejo, Penyewa Kios Ajukan Pengacara

KEMIRI, Buntut dari naiknya harga sewa lahan kios di area Pasar Kemiri Kidul Kecamatan Kemiri secara sepihak hingga belasan kali lipat, puluhan penyewa kios mengajukan pengacara.  Mereka menunjuk Imam Abu Yusuf untuk mendampingi masalah yang dihadapi. Hal tersebut disampaikan oleh perwakilan penyewa kios, Ahmad Sopan saat dihubungi Purworejo News pada Selasa (20/2) malam.

Sopan menyebut, dalam pertemuan mediasi yang dilakukan oleh pihak kecamatan, pihaknya merasa tidak mendapatkan hasil seperti yang diharapkan. “Ini mediasi tapi malah didatangi warga yang tidak berkepentingan. Kami maunya musyawarah dengan pihak desa dan camat saja, tidak usah dengan banyak orang seperti kemarin itu,” ucap Sopan yang merupakan mantan kades Kemiri Kidul.

Dihubungi terpisah, Imam Abu Yusuf menjelaskan perihal undangan mediasi dari pihak kecamatan. “Hari Senin  (19/2) itu ada agenda mediasi yang seharusnya camat sebagai mediator perkara perdata antara kedua belah pihak, yakni pihak desa sebagai pemilik tanah dan pihak penyewa kios sebagai pemilik bangunan,” ungkap Imam.

Ia pun menceritakan legal standing adanya kios yang sedang dipermasalahkan tersebut. Dikatakan, pada tahun 1957, lokasi kios waktu itu berupa koplak (terminal) dokar dengan status tanah Governor Ground atau tak bertuan. “Di lokasi itu kemudian muncul bakul-bakul jajanan yang mendirikan warung seadanya,” imbuhnya.

Pengacara Imam Abu Yusuf

Berikutnya, lanjut Imam, mulai tahun 1983 oleh pemerintahan kecamatan melalui muspika, tempat tersebut ditertibkan menjadi kios berukuran 5x9m untuk mereka yang memiliki usaha di sisi utara. Setelah itu bentuk bangunan disamakan, para pemilik kios pun membangun kios dan membayar pajak tanah selain ditarik retribusi.

“Semula ditarik retribusi oleh pihak desa sebesar Rp 7.000/tahun serta iuran per bulan Rp 1.500 hingga Rp 2.000/bulan,” kata Imam. Setelah bertahun-tahun berjalan, pada tahun 2022 ada perjanjian sewa tanah kas desa antara kepala desa dan pedagang/penyewa kios dengan harga sewa Rp 1 juta untuk yang menghadap utara dan Rp 850.000 untuk yang menghadap ke timur dan selatan.

Perjanjian tersebut kemudian dibuat kembali di tahun 2023 dengan substansi yang sama terkait nominal sewa yang harus dibayarkan, hanya ditambahkan sewa kios yang menghadap ke barat Rp 500.000. Dalam surat perjanjian tahun 2023 disebutkan, pembayaran sewa dilakukan selambat-lambatnya tanggal 23 Desember 2023. Adapun kepala desa dimaksud yakni Pandu Ariyoko Putra yang kemudian mengubah aturan secara sepihak pada awal tahun 2024.

Imam menegaskan, kenaikan tarif sewa hingga 12 kali lipat tanpa melalui kesepakatan bersama merupakan pelanggaran KUHPerdata pasal 1320 dan 1321 tentang perjanjian kedua belah pihak.  “Dalam hal ini,  betul bahwa tanah tersebut adalah milik desa dan pengguna kios adalah pemilik bangunan, jadi ada perikatan dan ijin,” tegas Imam.

Dalam hal ini, imbuhnya, pihak desa tanpa ada kesepakatan dengan pihak penyewa menaikkan tarif hingga 12 kali lipat. “Mestinya keputusan (oleh kepala desa) tersebut gugur atau batal demi hukum karena tidak ada kesepakatan bersama,” lanjutkan. Ia menyayangkan kenaikan tersebut diambil tanpa melalui konsultasi publik dan proses musyawarah.

Kepala Desa Kemirikidul Pandu Ariyoko Putra

Menurut Imam, pihak penyewa siap bermusyawarah, tetapi tidak perlu melibatkan pihak-pihak yang tidak berkepentingan, dalam hal ini warga desa. Sehingga hanya pihak desa, penyewa, dan mediator atau camat.  Adapun pertemuan dijadwalkan kembali pada hari Jumat (23/2) siang mendatang.

“(Ini) sebenarnya bukan perkara sulit, yang penting ada kesepakatan bersama. Tidak boleh membuat keputusan sepihak karena ini melibatkan pemilik tanah yakni desa dan pemilik bangunan yakni para penyewa kios,” pungkas Imam.

Sebelumnya, Kades Pandu Ariyoko Putra menyatakan pihaknya sudah mengundang para penyewa kios. Hanya saja saat mengundang pihaknya sudah menentukan nilai atau menetapkan harga berdasarkan kondisi perekonomian saat ini.

Kasarane kalau saya mau jual minuman ya saya yang mematok harga, tidak perlu membahas dengan konsumen terkait harga produksi dan sebagainya. Nek kerso ya monggo tumbas, kalau tidak ya sudah,” begitu ia menganalogikan. (Dia)

Loading

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *