PURWOREJO, Dalam rangkaian Lustrum XIV atau ulang tahun ke-70 serta peringatan Hari Jadi ke-194 Kabupaten Purworejo, SMAN 1 menggelar pagelaran wayang kulit yang akan berlangsung pada Jumat (14/2/2025) malam di halaman kantor Setda Purworejo. Sebagai pembuka, diselenggarakan Seminar Budaya bertajuk “Merawat Wayang, Melestarikan dan Merawat Peradaban” pada pagi harinya di Aula Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.
Seminar tersebut menghadirkan dua narasumber, yakni Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (UGM), Sudibyo Prawiroatmojo, serta dalang yang akan tampil dalam pagelaran malam nanti, Ki Muji Waluyo, yang merupakan pensiunan guru SMAN 1 Purworejo. Mayoritas peserta seminar adalah pelajar dan guru.
Latar belakang seminar ini adalah kekhawatiran terhadap minimnya generasi baru yang tertarik menonton wayang kulit, yang dapat mengancam kelangsungan seni pertunjukan tersebut. Seminar ini diharapkan dapat menumbuhkan kecintaan generasi muda terhadap wayang serta mendorong kebijakan pemerintah Kabupaten Purworejo dalam memajukan seni wayang kulit.

Sudibyo dalam pemaparannya menyampaikan keprihatinannya terhadap generasi muda yang kurang tertarik dengan budaya lokal. Ia menekankan pentingnya menjaga budaya asli agar tidak diklaim oleh negara lain. “Kalau kita tidak memelihara, bisa diambil (negara lain),” ujarnya. Sudibyo juga menjelaskan perjalanan sejarah wayang di Indonesia serta tokoh dan cerita dalam wayang, seperti Kakawin Bharatayudha.
Dalam sesi interaktif, Sudibyo merasa bangga ketika mengetahui ada dua dalang cilik di antara peserta seminar, yakni Neo dari SMPN 36 dan Kaka dari SMPN 4 Purworejo. Keduanya diminta mempraktikkan keterampilan mendalang di depan peserta lain.
“Saya tidak perlu khawatir lagi karena di sini sudah ada calon penerus melestarikan budaya wayang,” ungkapnya. Ia juga mendorong sekolah untuk memperhatikan bakat seni para siswa serta mengharapkan adanya fasilitas dari pemerintah bagi generasi dalang muda.
Sementara itu, Ki Muji Waluyo menjelaskan berbagai aspek mengenai wayang, termasuk karakter tokoh-tokohnya. Ia juga memamerkan hasil karyanya, yaitu 200 wayang yang dibuatnya selama tiga tahun terakhir. Yakni yang dinamakan “Wayang Covid” dan akan ditampilkan dalam pergelaran malam nanti. Ki Muji juga mengajak peserta seminar, terutama generasi muda, untuk datang ke sanggar wayangnya secara gratis guna belajar dan mendalami kesenian ini.
Sesi seminar ditutup dengan diskusi interaktif, peserta aktif bertanya seputar sejarah, perbedaan wayang Bali dan Jawa, cara perawatan wayang, hingga bagaimana menyajikan pertunjukan agar menarik bagi anak muda. Untuk menambah semangat peserta, panitia seminar memberikan doorprize kepada peserta yang bertanya maupun yang mampu menjawab pertanyaan dari narasumber dan panitia. (Ita)