PURWOREJO, Faktor ekonomi menjadi penyebab yang mendominasi terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Kabupaten Purworejo tahun 2023 yang dilaporkan ke Unit Pengelola Teknis Pelindungan Perempuan dan Anak (UPT P2A). Tercatat sebanyak 13 kasus KDRT yang masuk dan ditangani oleh UPT P2A di bawah naungan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DP3APMD).
Ditemui Purworejo News pada Selasa (9/1), Kepala UPT P2A Nurani Mulyaningsih melalui konselor Sania menjelaskan, faktor ekonomi menjadi yang paling mendominasi penyebab terjadinya KDRT. “Penyebabnya, biasanya pelaku menjadi emosional saat ditanya terkait penghasilan oleh pelapor. Bahkan ada yang sampai melemparkan semacam golok sehingga pelapor melakukan pengaduan kepada kami,” kata Sania.
Ditambahkan, usia pelapor rata-rata masih di bawah 35 tahun atau usia pernikahan di bawah 10 tahun. Namun ada juga yang usia pernikahan di atas 20 tahun. “Biasanya yang usianya di bawah 35 tahun pertimbangannya apabila terpaksa harus berpisah dengan pelaku maka anak-anaknya bisa diasuh olehnya. Sedangkan yang usia pernikahannya sudah lebih dari 20 tahun pertimbangannya anak-anak sudah dewasa, bila harus berpisah dengan pelaku,” papar Sania.
Meski demikian disebutkan bahwa rata-rata permasalahan dapat berakhir melalui mediasi dengan perjanjian satu sama lain. Walaupun ada juga yang berlanjut ke tanah hukum yakni dibawa ke Polres dengan tetap didampingi oleh konselor, dalam ini ini ada bukti baik fisik maupun verbal. Dari 13 kasus KDRT yang dilaporkan, lima diantaranya berakhir dengan perceraian karena kedua belah pihak bersikeras dan tidak sejalan.
Lebih lanjut Sania menjelaskan prosedur pelaporan tindak KDRT. “Pelapor datang mengadukan masalah, bila ingin dilakukan mediasi maka pelaku dipanggil tanpa ada keluarga korban atau pelapor. Berikutnya dilakukan mediasi kedua belah pihak, dengan perjanjian berupa catatan yang disepakati kedua belah pihak dan ditandatangani. Lalu catatan diserahkan kepada kedua pihak dan saling memaafkan,” jelasnya.
Adapun konsultasi biasanya dilakukan tiga hingga empat kali. Saat ini UPT P2A memiliki kantor untuk konsultasi di area yang berada di samping Kolam Renang Arta Tirta Jalan Raya Magelang – Purworejo. Atau bisa juga datang ke Kantor DP3APMD Jalan Mayjen Sutoyo depan TBA Purworejo. Atau melalui telepon 0813 9258 7448.
Kabid P3A Heny Safaryuni yang turut mendampingi saat wawancara menjelaskan, bahwa KDRT yang dilakukan kepada istri kadang disaksikan oleh anak yang dapat membawa dampak psikologis. “Anak-anak menjadi takut kepada bapaknya, atau mereka jadi tidak mau bertemu bapaknya, ini memprihatinkan,” jelas Heny.
Ia menegaskan bahwa kasus KDRT di Purworejo seperti fenomena gunung es, yakni hanya sedikit yang melaporkan padahal kasusnya banyak terjadi di tengah masyarakat. Mereka, kata Heny, masih banyak yang takut melapor dengan berbagai pertimbangan. Padahal kerahasiaan pelapor sangat terjaga serta belum tentu berakhir dengan perceraian karena ada konselor dan dimediasi.
Bila UPT P2A melakukan sosialisasi berupa kegiatan cara penanganan kasus di tingkat desa atau kecamatan, maka bidang P3A melakukan sosialisasi pencegahan terjadinya KDRT perempuan dan anak, termasuk melakukan pemberdayaan kepada kaum perempuan.
“Sosialisasi dilakukan di desa, sekolah, dan juga kelompok masyarakat. Adapun pemberdayaan perempuan dilakukan melalui kegiatan peningkatan ekonomi, misalnya berupa pelatihan membuat roti, tata rias wajah, atau membuat hantaran lamaran,” tandas Heni.
Dirinya berharap agar kasus KDRT di Purworejo dapat turun d tahun ini. Kalaupun terjadi maka ada penyelesaian sehingga tidak membawa dampak yang buruk bagi keluarga di masa mendatang. “Slogan kami, Pelopor jadi Pelapor. Jadi jangan takut untuk menyelesaikan masalah KDRT dengan melaporkan kepada kami,” pungkasnya. (Dia)