BANYUURIP, Ratusan layangan jenis gapangan (bersayap) menerangi langit dalam event Gantongan Kite Cup (GKC) yang diadakan pada Sabtu (21/10) petang. Lahan sawah kering di Desa Gantongan Kecamatan Banyuurip pun disulap menjadi lokasi festival layang-layang tingkat lokal tersebut.
Ratusan pengunjung pun turut memeriahkan GKC. Mereka datang dari berbagai wilayah seperti Kecamatan Ngombol, Bener, Kutoarjo, dan Bagelen. Bahkan ada juga peserta dan pengunjung yang datang dari Prembun dan Kebumen.
Hal tersebut dikemukakan oleh ketua panitia, Ozam (30). Lebih lanjut, warga Desa Kledung Karangdalem RT 5/4 itu kepada Purworejo News menjelaskan, GKC diadakan saat musim kemarau dan menjadi kegiatan warga desanya.
“Gantongan ini kan desa kecil, jadi supaya terkenal kami mengadakan lomba seperti ini. Selama ini orang taunya Desa Gintungan yang ada di Kecamatan Gebang. Padahal ada juga Desa Gantongan di Kecamatan Banyuurip ini,” jelasnya.
Tak hanya itu. Menurut Ozam, lomba juga diadakan dengan harapan agar para pelayang dapat saling bersilaturahmi. Selain juga jadi ajang hiburan yang murah meriah bagi warga sekitar. Hal itu terlihat dari banyaknya warga, tua dan muda yang datang bersama keluarga atau teman-teman mereka.
Adapun kriteria lomba, lanjut Ozam, yakni peserta menggunakan layangan gapangan dengan jumlah lampu minimal lima. Kemudian panjang benang 200 meter serta sudah diterbangkan maksimal pukul 18.00.
Ratusan gapangan pun sudah mulai mengudara sejak sore dalam hembusan angin sepoi-sepoi. Layangan tersebut menggunakan sendaren, semacam busur yang menimbulkan suara saat terkena angin dengan kerangka bambu.
Tepat pukul 18.00, panitia pun membunyikan sirine, tanda semua gapangan harus sudah mulai naik alias tidak berada di tanah. Setelah itu para peserta membuat patok, kemudian panitia akan mulai melakukan penilaian.
Ozam menjelaskan, gapangan yang paling lama mengudara serta lampunya paling unik yang akan dinyatakan keluar sebagai juara. “Panitia menyediakan lima juara dengan total uang Rp 5 juta, ditambah piala dan piagam,” lanjutnya.
Rinciannya, juara 1 Rp 1,2 juta, juara 2 Rp 1 juta, juara 3 Rp 800.000, juara 4 Rp 500.000, dan juara 5 Rp 300.000. Adapun biaya pendaftaran peserta sebesar Rp 30.000. Selain itu panitia juga menyediakan hadiah doorprize. Ozam menyebutkan, GKC ini diikuti 200-an peserta.
Tak lama setelah mengudara, satu persatu gapangan mulai ada yang turun sehingga tidak bisa melanjutkan lomba. Sekitar dua jam barulah tersisa puluhan gapangan yang bertahan hingga akhirnya panitia menentukan lima pemenangnya.
Meskipun digelar di tjngkat lokal, namun pesona GKC mampu menyedot penonton dari beberapa kecamatan yang relatif jauh dari Banyuurip. Seperti penonton dari Kecamatan Bener, yakni Ela (20). Warga Desa Kaliboto itu datang dengan beberapa temannya untuk mencari hiburan.
Ada juga pelayang dari Jatimalang yang memang hobi bermain layangan. Mereka datang secara rombongan untuk menonton GKC. Banyak juga warga yang datang untuk mengisi malam Minggu. Mereka bercengkerama di hamparan sawah kering, sambil memandang langit malam yang berkerlap-kerlip oleh lampu gapangan.
Are persawahan pun berubah terang benderang seperti layaknya pasar malam, lengkap dengan puluhan pedagang kuliner dan mainan anak-anak. Bahkan ada juga arena permainan anak rumah balon yang disediakan, seperti halnya di wahana bermain anak-anak.
Bisa jadi lomba layang-layang tingkat lokal semacam ini menjadi salah satu event pariwisata yang dapat dikembangkan oleh Dinas Porapar. Dengan dipadukan oleh kearifan lokal, event seperti ini dapat naik kasta serta diharapkan dapat mengangkat sektor ekonomi dan pariwisata di Kabupaten Purworejo. (Dia)