PURWOREJO, Satu inovasi diciptakan oleh siswa SMK PN/PN 2 dengan memanfaatkan terik surya di musim kemarau, yakni membuat alat penjebak hama (insect trap). Alat yang dibuat dengan teknologi sederhana itu mampu mengurangi serangan hama yang ada di sawah maupun tegalan milik warga, khususnya di wilayah Desa Nampurejo Kecamatan Purwodadi.
Ditemui saat menggelar pameran yang diadakan oleh SMPN 24 beberapa waktu lalu, Ketua Inovasi Center SMK PN/PN 2, Siswanto mengatakan, selama ini serangan hama terutama jenis kupu-kupu, wereng, dan klaper sangat mengganggu hasil tanaman holtikultura khususnya di Desa Nampurejo.
“Akhirnya kami menciptakan alat ini dengan menggunakan sinar lampu berasal dari energi matahari yang disimpan dalam panel surya mini. Kemudian pada malam hari sinar lampu tersebut menyala dan menarik serangga. Lalu di bawah lampu itu diberi baskom plastik yang telah berisi air, tempat serangga jatuh ke dalam kubangannya,” jelas Siswanto.
Cara tersebut terbukti efektif untuk mengurangi hama yang mengganggu tanaman holtikultura milik petani sekitar. Siswanto bahkan telah mempraktekkannya selama dua tahun. “Jadi siang hari panel surya menyerap energi matahari yang akan disimpan dan akan menyala dari 12 lampu LED yang wadahnya dari gelas bekas air mineral.
Selain efektif, bahan yang dibutuhkan pun sangat murah karena memanfaatkan barang bekas. Bahan yang dibutuhkan hanya panel surya mini, baskom plastik, 12 lampu LED, gelas bekas air mineral, serta kayu penyangga. Lampu penjebak serangga tersebut bisa menyala delapan hingga 12 jam per hari.
“Saat ini kami punya 12 insect trap yang dapat digunakan atau cukup untuk dua hektare sawah yang ditanami padi. Tapi kalau palawija jumlah yang dibutuhkan lebih banyak, mencapai 25 insect trap,” papar Siswanto.
Dirinya mengklaim, di Purworejo alat tersebut baru dibuat oleh siswa SMK PN/PN dan baru diterapkan di Desa Nampurejo. “Kalau yang sudah pakai itu di Jawa Timur,” katanya tanpa merinci wilayahnya.
Siswanto berharap insect trap bisa dapat dikembangkan lagi untuk mengurangi penggunaan pestisida dengan cara organik. Siswanto pun tengah mengembangkan aneka pupuk organik dengan berbagai bahan alami seperti limbah buah dan cucian air beras (leri).
Tak hanya itu, Siswanto pun menggerakkan siswanya untuk membuat pompa listrik energi matahari (solar pump) dengan memanfaatkan sinar matahari untuk menghasilkan listrik yang akan digunakan pompa air mengaliri sawah para petani yang kekeringan selama musim kemarau.
“Cara kerjanya, sinar matahari diterima panel dan dimasukkan ke bagian kontroler yang kemudian disimpan. Selanjutnya energi listrik yang dihasilkan bisa dialirkan ke pompa air untuk mengaliri sawah,” jelas Siswanto.
Namun pompa air tenaga surya ini belum diuji coba seperti halnya alat insect trap yang telah melalui uji lapangan dan terbukti efektif. Hal itu salah satunya karena biayanya yang cukup tinggi serta dibutuhkan dana yang besar untuk menyimpan energi listrik tersebut.
Meski begitu Siswanto berharap nantinya solar pump dapat dikembangkan dan bisa mengatasi kebutuhan listrik untuk dapat mengaliri irigasi sawah milik warga di wilayah Purworejo. (Dia)