PURWOREJO, Kabupaten Purworejo merupakan wilayah agraris dengan durian sebagai salah satu produk unggulannya. Tingginya konsumsi durian berdampak pada meningkatnya limbah kulit durian yang dapat menimbulkan bau tak sedap. Hal itu karena kulit durian termasuk dalam kategori sampah organik yang bersifat sulit terurai dibandingkan kulit buah lainnya.
Namun sayangnya, belum ada pihak yang memanfaatkan kulit durian yang melimpah itu menjadi produk daur ulang bernilai ekonomi. Bermula dari keprihatinan tersebut, lima siswa SMAN 1 Purworejo berinovasi membuat karya berupa polybag yang terbuat dari kulit durian.
Hasilnya, jadilah produk yang diberi nama _Kudibag, Kulit Durian Polybag_ hasil karya Agung Wibowo Ferdy Saputro, Aisyah AlAmin, Hilmiya Fathma Hanun, Mufida Alfarista Mayasari, dan RizalArdian. Kelima siswa kelas 12C tersebut berhasil menjadi Juara 2 Lomba Krenova Pelajar tingkat kabupaten dan mendapatkan uang pembinaan senilai RpRp6.779.000.
Sebagai ketua kelompok, Agung menjelaskan, kulit durian memiliki potensi tinggi untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku alternatif. Salah satunya adalah połybag yang ramah lingkungan. “Serat selulosa pada kulit durian memiliki penyusun komposit biodegradable. Hal ini juga cocok untuk mengatasi permasalahan penumpukan limbah plastik akibat penggunaan polybag plastik sebagai media tanam dan pembibitan yang sulit terurai dalam tanah,” jelas Agung didampingi anggota tim saat ditemui Purworejo News, Jumat (28/11/2025).
Menurutnya, Kudibag merupakan pemanfaatan limbah kulit durian yang diambil seratnya untuk dijadikan pulp kertas dan dibentuk menjadi polybag ramah lingkungan. Kudibag cocok digunakan oleh berbagai kalangan, terutama para petani.
Hal itu karana aktivitas pertanian yang tinggi menuntut tersedianya sarana dan prasarana yang mendukung untuk media tanam dan pembibitan seperti polybag. Polybag yang digunakan saat ini berbahan dasar plastik yang tidak mudah terurai secara alami dapat mencemari tanah serta menciptakan timbunan sampah plastik yang semakin mengkhawatirkan.
Seiring meningkatnya kesadaran pentingnya pertanian berkelanjutan dan ramah lingkungan, dibutuhkan solusi inovatif untuk menggantikan bahan plastik konvensional. Salah satunya adalah menggunakan limbah organik sebagai bahan dasar media tanam yang biodegradable.
Agung menjelaskan, produk ini dapat digunakan sebagai wadah penyemaian bibit dan dapat langsung ditanamkan ke dalam tanah bersamaan dengan bibit yang ada dalam kurun waktu tertentu. Selain itu Kudibag juga dapat terurai secara alami dan menjadi nutrisi tambahan bagi tanah.
“Manfaat Kudibag di bidang pertanian, antara lain mendukung pertanian ramah lingkungan yaitu menggunakan polybag yang bersifat biodegradable. Polybag tersebut akan terurai menjadi kompos alami yang menyuburkan tanah dan memperbaiki struktur tanah. Selain itu juga
mengurangi biaya pengelolaan sampah polybag plastik,” tutur Agung.
Di bidang lingkungan, Kudibag bermanfaat untuk mengurangi limbah kulit durian. Selain juga mengurangi ketergantungan pada polybag plastik yang sulit terurai, serta mendukung ekonomi sirkular melalui pemanfaatan limbah menjadi produk baru.
Lebih lanjut Agung menjelaskan, inovasi Kudibag memiliki beberapa keunggulan. Diantaranya, ramah Ilingkungan dan mudah terurai tanpa meninggalkan residu berbahaya. Kudibag juga dinilai dapat meningkatkan kesuburan tanah karena unsur organiknya membantu memperbaiki tekstur dan kandungan hara tanah.

Disamping itu, menurut Agung, biaya produksi Kudibag relatif rendah dan mudah diperoleh. Produk ini pun memanfaatkan limbah lokal daerah menjadi produk bernilai jual. Keunggulan lainnya, meningkatkan daya saing produk daerah.
Lebih lanjut Agung menguraikan, dilihat dari produknya, aspek inovasi Kudibag yang membedakan dari polybag pada umumnya, yakni dari segi bahan baku
yang menggunakan kulit durian. Kemudian alat dan bahan yang digunakan lebih mudah dijangkau, sehingga memudahkan masyarakat dalam memproduksi kembali inovasi ini.
Terkait prospek pengembangan, Agung menilai, produk ini masih perlu beberapa perbaikan. Diantaranya karena baunya yang kurang sedap, potensi kerusakan yang cukup besar jika terlalu lembab, dan bentuknya yang kurang menarik.
Adapun proses pembuatan, Agung menjelaskan, percobaan awal dilakukan pada bulan Juli dan dilakukan. Penyempurnaan pada minggu ketiga Juli.
Setelah dibentuk, Kudibag perlu waktu dua hingga tiga hari untuk dikeringkan.
“Kedepannya, kami akan mencari formula campuran bahan yang dapat menjaga kekuatan dan kelenturan Kudibag. Sehingga mampu bertahan dalam berbagai kondisi, dan tetap dapat terurai dalam kurun waktu yang ditentukan,” jelas Agung.
Selain itu, bentuk variatif akan dikembangkan untuk meningkatkan daya tarik konsumen terhadap Kudibag. “Sehingga inovasi ini tidak hanya ramah lingkungan tetapi juga menghadirkan nuansa estetik. Tidak hanya itu, kami ingin Kudibag dikenal dan berkembang di Indonesia bahkan di manca negara,” ujarnya.
Bersama teman-temannya, Agung berharap adanya kerja sama dengan berbagai pihak terkait. Langkah yang perlu dilakukan adalah menjalin kerja sama dengan Dinas Pertanian, Dinas Lingkungan Hidup, UMKM di bidang pengolahan dan pemasaran, serta periklanan atau promosi.
“Kami berharap produk ini dapat diproduksi dan terdistribusi dengan baik hingga ke berbagai daerah. Selain itu, Kudibag mampu mengubah pandangan masyarakat terhadap polybag plastik yang tidak ramah lingkungan. Sehingga mampu membantu sirkulasi ekonomi masyarakat bahkan menciptakan marketplace sendiri,” pungkasnya. (Dia)

