PURWOREJO, SMK Pembaharuan (PN) Purworejo menerapkan kebijakan yang cukup ekstrem yakni dengan menonaktifkan atau membuat siswa mengundurkan diri bagi orang tua mereka yang tidak dapat melunasi kekurangan biaya sekolah sampai hari Sabtu (18/10/2025). Kebijakan tersebut disampaikan kepada belasan siswa melalui surat pemberitahuan dari Kepala SMK PN, Sugiri melalui wali kelas masing-masing.
Dalam surat tanggal 16 Oktober 2025 disebutkan bahwa surat yang dibuat berdasarkan hasil koordinasi orang tua murid dan ketua yayasan, memberi batasan kepada siswa untuk dapat mengikuti ASTS apabila sudah melunasi sampai hari Sabtu. ASTS akan diadakan pada Senin (20/10/2025).
Pada poin dua surat tersebut disampaikan, apabila sampai batas waktu yang sudah ditetapkan belum dapat melunasi, maka siswa otomatis dianggap mengundurkan diri.
Berdasarkan keterangan salah satu wali murid yang anaknya belum membayar kekurangan biaya sekolah, Tri Wahyuni (55), ada sekitar 15 siswa yang mengalami nasib serupa.
Saat datang ke Balai Wartawan pada Selasa (14/10/2025) bersama anaknya, Hafiz Masrur Rosadi (16), siswa kelas XI TP, Tri menjelaskan bahwa saat hari pertama pelaksanaan ASTS, anaknya tidak diperbolehkan mengikuti ujian.
“Anak saya dengan teman-teman lain yang belum lunas pembayaran sekolahnya, dikumpulkan di Ruang Perpustakaan, tidak mengerjakan apa-apa,” ucap Tri dengan nada kesal.

Keesokan harinya, hingga ASTS berakhir anaknya memutuskan tidak berangkat sekolah. “Malu, terus mau apa ke sekolah juga,” kata Hafiz yang mengaku selalu rangking 1 dari mulai kelas X.
Hafiz tinggal di RT2 RW 3 Desa Gintungan, Kecamatan Gebang. Bapaknya merupakan pensiunan guru. Sedangkan ibunya mengurus rumah tangga.
Selain Hafiz, kakaknya juga sebelumnya sekolah di SMK PN tahun 2008. “Kalau belum bayar tidak sampai seperti sekarang ini,” keluh Tri. Ia menyatakan bukan tidak ingin membayar biaya sekolah anaknya, namun suaminya tengah berupaya untuk mendapatkan uang sebesar Rp4,5 juta.
Sebenarnya ia ingin ada kebijakan dari sekolah agar kekurangan pembayarannya bisa diangsur. Tapi tetap tidak boleh karena harus lunas sebagai syarat mengikuti ASTS.
“Bahkan pihak sekolah memaksa kami untuk hutang ke siapa dulu gitu untuk dapat melunasi kekurangan. Malah kalau kurang Rp100 ribu juga tetap tidak diperbolehkan ikut ASTS,” imbuh Tri.
Tak hanya itu, ia juga menyampaikan, saat rapat koordinasi dengan orangtua, Sugiri mengatakan bahwa siapapun yang melaporkan hal ini kepada media maka akan dikeluarkan dari sekolah.

Beberapa media yang mendatangi SMK PN meminta Sugiri untuk menjelaskan maksud ucapannya tersebut. Namun ia mengatakan bahwa hal tersebut merupakan kebijakan dari yayasan.
Sugiri menjelaskan bahwa kondisi keuangan sekolah memaksa pihak yayasan melakukan kebijakan pengetatan pembayaran biaya sekolah kepada orang tua/wali siswa.
“Siswa yang belum bayar tidak boleh mengikuti penilaian tengah semester dengan harapan orang tua itu bisa melengkapi administrasi. Kalau misalnya belum bisa menyelesaikan administrasi memang dari pihak yayasan untuk mengistirahatkan anak tersebut,” jelas Giri saat ditemui di ruangannya.
Di sisi lain, pengurus Yayasan Pembaharuan, Marjuki berdalih, karena alasan keuangan pihaknya sudah memberi keringanan kepada orang tua siswa untuk membayar SPP secara bulanan yang nilainya sekitar Rp200 ribu.
Ia mengelak ketika disebut tidak memperolehkan siswa mengikuti ujian.
“Siswa boleh ikut proses belajar mengajar, termasuk mengikuti ulangan. Tapi kalau mau ikut PSTS maka harus dilunasi dulu kekurangan pembayaran,” ujarnya.
Namun saat didesak oleh awak media
yang merupakan anggota Pewarta Purworejo, bahwa hal tersebut melanggar hak anak untuk mendapatkan pendidikan, pihak yayasan bersedia mengadakan PSTS susulan bagi para siswa yang masih punya kekurangan pembayaran.
Awak media pun memberikan waktu dua hari kepada pihak yayasan dan sekolah untuk melakukan komunikasi dengan orang tua dan siswa. Namun ternyata, para siswa malah akan dikeluarkan dari SMK PN.
Pengawas MKKS SMK, Bani Mustofa yang dihubungi Purworejo News pada Jumat (17/10/2025) menyayangkan keputusan SMK PN tersebut. “Kok gak ada win win solution akhirnya hrs di keluarkan ? Padahal kalau dikeluarkan akhirnya juga, jadi ATS, Anak Tidak Sekolah, yg menjadi tanggung jwb pemerintah untuk mengentaskannya,” tulisnya melalui pesan WhatsApp.
Senada dengan Pengawas MKKS SMK Purworejo, Kepala Cabang Dinas Pendidikan (Cabdin) Wilayah VIII Jawa Tengah, Maryanto, pun menyayangkan adanya kebijakan yang diterapkan di SMK PN.
“Pendidikan merupakan hak dasar setiap anak. Tidak ada alasan bagi mereka tidak dapat mengikuti pendidikan karena belum lunas membayar biaya sekolah. Biaya ini menjadi tanggung jawab orang tua, sedangkan anak kewajibannya belajar. Harusnya tetap ada solusi agar anak tetap bisa belajar,” tegasnya saat dihubungi melalui saluran telepon.
Ia pun berjanji akan menyelidiki masalah yang baru didengarnya kali ini. “Nanti kami akan selidiki,” janjinya. (Dia)