Beranda ยป Kekerasan Seksual Terjadi di Lokasi Aman, Jaksa Fungsional Purworejo Sampaikan Penjelasan

Kekerasan Seksual Terjadi di Lokasi Aman, Jaksa Fungsional Purworejo Sampaikan Penjelasan

PURWOREJO, Kekerasan seksual kini tidak hanya terjadi di tempat-tempat rawan, namun justru banyak terjadi di area yang dianggap aman seperti rumah sakit, kampus, dan lembaga pendidikan tingkat dasar sekalipun. Padahal hukuman bagi pelaku kekerasan seksual lebih berat dibandingkan kekerasan lainnya, yakni maksimal 12 tahun penjara.

Adapun faktor tingginya angka kekerasan seksual salah satunya adalah banyak korban yang belum berani melaporkan. Hal itu karena pelaku berasal dari keluarga dekat atau orang yang dapat dipercaya, serta tidak ada yang berani mendorong agar speak up.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Jaksa Fungsional Kejaksaan Purworejo, Deagatya Gilang saat menjadi pemateri pada kegiatan rapat koordinasi dan halal bihalal Gabungan Organisasi Wanita (GOW) Kabupaten Purworejo Jum’at ( 11/4/2025) di STA Keseneng.

Dea melanjutkan, bentuk kekerasan seksual tidak hanya berupa fisik, melainkan juga non fisik. “Termasuk pemaksaan penggunaan kontrasepsi, perkawinan, dan kekerasan berbasis elektronik seperti perekaman tanpa izin,” ucapnya.

Peserta Rakor GOW Kabupaten Purworejo

Tanpa disadari, lanjutnya, pemaksaan pernikahan juga termasuk kekerasan seksual yang melanggar hukum. Hal itu karena ada ancaman pidananya, yakni kurungan selama sembilan l tahun atau denda Rp200 juta. Termasuk pernikahan di bawah umur, dan memaksa menikah dengan pelaku perkosaan.

“Kan banyak ya sekarang ini orang tua yang memaksa anaknya menikahi laki-laki yang memperkosanya, daripada malu. Padahal hal itu termasuk kekerasan seksual non fisik,” tegasnya.

Diakuinya, kekerasan psikis memang sulit dibuktikan karena sulitnya pembuktian atau perlukaan. Namun hal tersebut bisa dibuktikan melalui Visum et Repertum Psikiatrikum (VeRP). Termasuk kekerasan berupa ancaman seperti larangan tidak boleh bekerja dan tidak diberikan nafkah. “Namun bisa saja pembuktian psikis ini berupa rasa sakit atau jatuh sakit yang lebih parah sampai berhari-hari,”lanjutnya.

Adapun ketentuan pidana untuk kekerasan fisik adalah penjara maksimal lima tahun. Bila sampai sakit berat bahkan meninggal bisa sampai 15 tahun penjara. Sedangkan kekerasan fisik yang dilakukan suami kepada istri, hukumannya berupa kurungan penjara empat bulan.

“Bila di tengah laporan aduan dicabut, hal tersebut bisa dilakukan. Kalau pelakunya istri korbannya suami, masuknya delik aduan. Kalau korban anak kandung tapi dilaporkan oleh pihak lain selain orang tua, bisa masuk perkara hukum,” jelasnya.

Terkait dengan maraknya kasus kekerasan seksual di tempat aman sekalipun, Dea menghimbau kepada anggota GOW khususnya dan orang tua pada umumnya, agar mengawasi pemakaian HP android anak-anak.

“Kita juga memberikan nasehat, terutama kepada para remaja putri agar jangan sampai melampaui batas dalam penggunaan HP, apalagi melakukan tindak asusila,” ucap Dea. Selain itu juga kepada korban untuk berani melaporkan tindak kekerasan seksual yang dialaminya.

“Hal itu selain untuk membuat jera pelaku, sebagai upaya penegakan hukum, juga untuk mengembalikan keadaan korban ke posisi semula, termasuk hak-haknya dan juga proses penyembuhan psikologis. Kami dari pihak jaksa fungsional siap memberikan pendampingan,” tandas Dea.

Adapun Ketua GOW Purworejo, Tuti Medi Priyono mengapresiasi kepada pemateri. Ia berharap materi tersebut bermanfaat bagi anggota serta dapat menambah wawasan. Ia pun berharap agar kasus kekerasan seksual di Purworejo dapat diminimalisir, termasuk dengan adanya peran serta dari para anggota GOW. (Dia)

Loading

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *