GRABAG, Pantai Ketawang di Dusun Ketawang, Desa Ketawangrejo, Kecamatan Grabag dalam beberapa waktu terakhir ini menjadi lokasi latihan mengendalikan parasut (ground handling) bagi calon pilot paralayang. Itu karena Pantai Ketawang memenuhi kriteria sebagai syarat lokasi ground handling. Yakni tanah lapang berumput, bersih, dan teduh.
Tak hanya itu, aktivitas yang dilakukan para calon pilot paralayang ini pun menjadi daya tarik tersendiri bagi warga dan pengunjung pantai setempat. Terbukti, sekitar tiga kali kegiatan yang dilaksanakan, banyak pengunjung yang antusias menyaksikan sesi.latihan.
Pelatih Paralayang dari Yogyakarta, Capung Indrawan (60) mengatakan, paralayang itu butuh kestabilan, dan angin stabil itu hanya ada di pantai. “Angin pegunungan lebih banyak tekanan sehingga mudah sekali berubah. Pantai dengan angin yang stabil sangat pas bagi siswa untuk belajar,” ujarnya.
Diakuinya, sangat sulit mencari lokasi yang luas dengan kontur tanah lapang berumput di pesisir laut selatan. “Itulah mengapa kemudian kami memilih pantai Ketawang ini untuk latihan. Di sini ada tanah lapang berumput yang bagus, tempatnya juga bersih, rapi dan teduh,” ucap alumnus Jurusan Ilmu Pemerintahan, FISIPOL UGM, angkatan 1984 ini, Senin (28/4/2025).

Dijelaskan, angin pantai yang stabil sangat cocok untuk pengenalan ground handling bagi siswa. Setelah mereka bisa ground handling, baru kemudian latihan di wilayah perbukitan atau pegunungan dengan angin yang tentu lebih tidak stabil.
“Jadi meskipun jauh ke pantai Ketawang namun dengan angin yang stabil, siswa bisa belajar maksimal. Berbeda jika di pegunungan, lebih banyak menunggu angin datang ketimbang mengangkat parasut,” jelas Capung.
Lokasi ground handling Paralayang di Pantai Ketawang
Ia menambahkan, angin pantai itu laminer. Artinya, parasut didatangi angin secara langsung dan itu bisa diindikasi melalui aquifer atau ramalan cuaca. “Di pantai Ketawang kita sudah ground handling tiga kali, kami koordinasi dengan teman-teman Cabang Olahraga (Cabor) Paralayang di Purworejo,” paparnya.
Menurut Capung, olahraga ini sangat memungkinkan diikuti anak usia di bawah 15 tahun, Hal itu dilakukan agar kaderisasi berjalan dengan baik. Selain faktor lainnya, mereka harus mendapat dukungan dari orang tuanya.
Terkait dukungan Dinporapar, Capung mengakui sampai saat ini.pihkanya belum melakukan komunikasi. “Sementara kami baru pengenalan, nanti tentu akan terwadahi oleh masing-masing komunitasnya. Lalu bisa juga dikenalkan ke sektor pariwisatanya,” imbuh Capung.
Menurutnya, paralayang sebetulnya tidak secara langsung untuk pariwisata. Ada sebagian yang orientasinya untuk olahraga. “Jadi kalau kami ditanya tentu kami lebih fokus ke atletnya. Sebab yang bisa dijual di pariwisata itu tandemnya. Jadi kalau terbang solo itu lebih fokus ke atlet, walaupun nanti lama-lama mereka bisa ambil eksyen tandem, kemudian bisa mengembangkan wisata di masing-masing daerah,” ujarnya.
Ditegaskan, untuk pariwisata memang lebih identik dengan tandem. Alasannya, terbang wisata bisa dilakukan oleh orang yang tidak membutuhkan skill, namun ingin menikmati terbang dengan paralayang yang memang termasuk olahraga fun. Yakni sepanjang mengikuti SOP dengan pemanduan dan pembimbingan, juga alat yang harus selalu memenuhi standar safety.
Wakil Ketua Cabor Paralayang Purworejo, Hasanudin (33) menambahkan, menjadi pilot paralayang memang membutuhkan proses pengenalan alat. “Kebetulan di Pantai Ketawang ini tempatnya cukup mendukung, cocok untuk belajar mengendalikan parasut di darat,” katanya.
Hasanudin menilai, prospek olahraga paralayang di Purworejo cukup cerah. Banyak yang mulai melirik paralayang sebagai olahraga prestasi. Atlet-atlet muda mulai muncul, tidak hanya laki-laki tetapi juga perempuan. “Kami berharap paralayang semakin maju, bisa mengharumkan nama Purworejo, baik di kancah olahraga juga pariwisata tentunya,” pungkasnya. (Dia)