PURWOREJO, Hari Dokter Nasional (HDN) diperingati setiap tanggal 24 Oktober. Momen HDN tahun 2024 ini membawa pesan dari Ketua Ikatan Dokter (IDI) Kabupaten Purworejo dr. Nurul Hadi, Sp.A. Ia pun menekankan dua hal penting yang menjadi permasalahan bagi para dokter di Kabupaten Purworejo serta diharapkan ada solusinya.
Ditemui di RSUD RAA Tjokronegoro, Jumat (25/10) pagi, dokter spesialis anak ini menyebutkan dua persoalan yang dihadapi oleh para dokter di Purworejo. Dikatakan, saat ini total ada 264 dokter yang ada di Purworejo, 190 diantaranya adalah dokter umum. Juga 15 dokter diantaranya sedang menempuh sekolah spesialis.
“Masalah pertama yakni masih kurangnya kesejahteraan bagi dokter terutama dokter umum dilihat dari beban jam kerja mereka di beberapa rumah sakit, dibandingkan dengan salari yang diterima,” ungkap dr. Hadi kepada Purworejo News.
Menurutnya, rata-rata dokter bekerja terlalu keras bahkan bisa bekerja di tiga tempat dalam sehari. “Sebenarnya paling tidak di satu tempat mereka bisa mendapatkan salari (gaji) Rp10 juta dengan jam kerja standar. Tapi kan sering mereka bekerja di tiga tempat dengan salari yang sama dengan satu tempat,” ungkap dr Hadi.

Kedua, masalah perlindungan hukum yang dinilai masih belum jelas. Disebutkannya, meski kondisi Purworejo termasuk yang adem ayem, namun potensi gesekan atau salah persepsi dengan pasien dan keluarga serta masyarakat bisa mungkin terjadi.
“Kan banyak itu masyarakat yang maunya kalau sakit dan berobat itu pasti sembuh. Padahal kan banyak faktor yang mempengaruhi. Selain dokter juga ditunjang faktor lain seperti perawat, dan alat serta kesadaran pasien. Ini sebenarnya para dokter masih dihantui persoalan semacam ini,” jelasnya.
Itulah sebabnya mereka melakukan MoU dengan Polres serta adanya bantuan hukum melalui Biro Pembinaan dan Pembelaan Anggota (BP2A). “Alhamdulillah Purworejo cukup adem,” imbuh dr Hadi.
Permasalahan lain, lanjutnya, yakni masalah klasik terkait distribusi dokter yang masih belum merata terutama di wilayah pelosok. Dirinya pun meminta kepada Pemda untuk menata kembali pendistribusian tersebut.
Selain itu, dr Hadi juga menyoroti kondisi geografis dokter yang berasal dari luar Purworejo, dan terbanyak dari Yogyakarta. Dijelaskan, dalam setiap penerimaan posisi dokter PNS, biasanya sepi peminat. “Paling kalau mereka yang mendaftar dari luar itu karena mereka punya saudara atau memang domisili di Purworejo untuk menekan living cost mereka,” ungkapnya.
Padahal secara fasilitas Purworejo lebih unggul dibanding dengan kabupaten lain seperti Kebumen karema ada RS B+. Termasuk juga masih sedikitnya jumlah dokter keluarga yang buka praktek dibanding dengan Kebumen. Di Purworejo masih belasan, sedangkan di Kebumen mencapai puluhan.
Meski begitu ketua IDI ini menyadari bila para dokter membuka praktek bekerjasama dengan BPJS Kesehatan,maka akan mengurangi PAD Purworejo. Hal itu karena kepesertaannya akan beralih dari Puskesmas ke dokter keluarga.
Lebih lanjut dr Hadi menyatakan, secara umum jumlah dokter sudah cukup. Hanya saja yang masih kurang adalah spesialis anak. Saat ini hanya enam orang, tiga diantaranya dari luar Purworejo. Jumlah ini, menurutnya, paling sedikit dbanding wilayah lain. Dr Hadi kembali membandingkan dengan Kebumen yang punya lebih dari 10 dokter spesialis anak.
“Jumlah dokter spesialis anak di Purworejo masih butuh banyak. Apalagi jumlah sekarang hanya tiga karena ada yang cuti dan sedang melanjutkan studi. Kalau dibagi tiga shift juga masih kurang, apalagi melayani di berbagai rumah sakit. Bisa dibayangkan jam kerjanya,” ungkapnya.
Selaku ketua IDI yang menaungi para dokter di Purworejo, pihaknya berharap agar beberapa hal tersebut dapat menjadi perhatian, baik oleh anggota dewan maupun Pemda. (Dia)