PURWOREJO, Sebanyak 274 desa di Kabupaten Purworejo dipastikan tidak menerima pencairan Dana Desa (DD) Tahap II Tahun Anggaran 2025 untuk komponen non- earmark. Penghentian ini merupakan dampak langsung dari terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025 yang mengatur bahwa Dana Desa non-earmark tidak lagi disalurkan sejak 17 September 2025.
Sementara itu, DD earmark, yakni yang telah ditentukan penggunaannya oleh pemerintah pusat seperti BLT Desa, ketahanan pangan, dan penanganan stunting akan tetap dicairkan.
Kebijakan ini membuat desa-desa di Purworejo kehilangan sebagian besar ruang fiskal yang selama ini digunakan untuk membiayai insentif guru TK/ PAUD, guru ngaji, internet desa, operasional desa, pemberdayaan masyarakat, hingga kegiatan pembangunan fisik.
“Yang dihentikan itu dana non-earmark. Padahal justru dana itu yang paling banyak dipakai untuk membayar kegiatan rutin desa serta pembangunan dan pemberdayaan masyarakat,” ucap Sekjen Paguyuban Kepala Desa di Purworejo, Polosoro, Dwinanto, Kamis (27/11/2025).
Menurutnya, berdasarkan data yang diterima Polosoro dari Pemda Purworejo, sampai hari Kamis ini baru 195 desa yang DD tahap I sudah cair. “Adapun 274 desa lainnya belum cair dan tidak akan dicairkan oleh Kemenkeu,” kata Dwinanto yang juga Kades Krandegan.

Ia menegaskan, sebanyak 274 desa tersebut terdampak tanpa pengecualian. Hal itu karena struktur DD di semua desa selalu terdiri dari kedua komponen tersebut. Dengan hanya dicairkannya dana earmark yang penggunaannya sudah terkunci, desa tidak memiliki fleksibilitas untuk menutup kebutuhan operasional dasar pada akhir tahun.
Dwinanto menegaskan, hingga saat ini pemdes masih menunggu arahan dari Pemerintah Kabupaten Purworejo terkait langkah mitigasi terhadap kekosongan anggaran desa akibat kebijakan ini. Sebagai paguyuban yang menaungi para Kades dan Perangkat Desa di Purworejo, Polosoro sudah melakukan koordinasi.
Selain itu pihaknya juga sudah menyiapkan langkah komunikasi ke pemerintah pusat, menuntut kejelasan serta opsi solusi agar pelayanan dasar desa tidak terganggu. Termasuk melakukan audiensi ke Kemenkeu di Jakarta bersama teman-teman dari kabupaten lain.
Ia memprediksi, kebijakan ini akan menimbulkan tekanan yang cukup besar pada tata kelola keuangan desa, terutama karena dana non- earmark selama ni menjadi tumpuan dalam mendanai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat di desa. (Dia)

