PURWOREJO, Sanggar Seni Swastika Purworejo menggelar pertunjukan Dolalak Lanang di panggung Romansa Kuliner Purworejo (RKP), Minggu (22/4). Pagelaran difasilitasi oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan didukung Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Dinparbud) Kabupaten Purworejo.
Dolalak lanang kini terancam punah, karena sebagian besar grup dolalak di Purworejo kini lebih memilih Dolalak perempuan sebagai bentuk penyesuaian dengan selera ‘pasar’. Grup Dolalak lanang kini bisa dihitung dengan jari.
Pertunjukan langka itu dihadiri dan dibuka oleh Kasubdid Seni Rupa Kemendikbud, Dra Susiyanti MM. Sejak pagi hingga sore, ratusan penonton memadati area RKP.
Dolalak lanang dari grup Budi Santoso Desa Kaliharjo,Kecamatan Kaligesing, jadi sajian utama. Perhatian pengunjung pun tertumpah pada tarian yang jarang ditampilkan itu.
Menurut Ketua Sanggar Seni Swastika, Zuletri, pada awal munculnya Dolalak zaman Belanda, Dolalak ditarikan oleh laki-laki. Namun, pada era tahun 1990-an, popularitas Dolalak laki-laki kian redup. Banyak grup yang memilih konsen dengan penari perempuan yang lebih diminati masyarakat.
“Masyarakat memang lebih suka Dolalak wanita. Jadi keberadaan Dolalak lanang semakin tergeser,” sebutnya.
Bahkan, hanya segelintir grup yang kini masih mempertahankan Dolalak dengan penari lanangnya. Salah satu yang dinilai paling eksis yakni grup Budi Santoso.
“Grup Budi Santoso masih memiliki penari lanang generasi ketujuh yang masih mempertahankan tradisi. Grup-grup lain tidak banyak yang menonjol dan lebih eksis dengan Dolalak wanita,” jelasnya.
Kepala Dinparbud Kabupaten Purworejo Agung Wibowo, memberikan dukungan penuh terhadap upaya sanggar-sanggat tari untuk kembali mempopulerkan Dolalak lanang. Melalui Dinparbud, pihaknya juga berjanji akan menggencarkan event Dolalak Lanang.
“Tahun depan akan saya coba lebih intenskan untuk mengembalikan tradisi semula. Kita lihat antusias penonton hari ini luar biasa, ternyata Dolalak lanang tidak kalah menarik,” ungkap Agung. (W5)