Oleh: Dwinanto, SE
BAPPEDA Kabupaten Purworejo saat ini sedang meluncurkan tagar #Purworejo2025 sebagai salah satu cara untuk menjaring aspirasi dari masyarakat dalam penyusunan rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Purworejo tahun 2021 – 2025.
Sebagai bagian dari masyarakat, sekaligus terlibat dalam pemerintahan level terbawah di Pemerintah Desa, perkenankan Kami turut serta menuliskan gagasan terkait pembangunan desa, yang setiap hari Saya bergelut dalam persoalannya.
Salah satu masalah besar yang dihadapi oleh desa di Purworejo saat ini adalah cukup tingginya angka kemiskinan, baik kemiskinan struktural maupun kemiskinan kultural. Untuk mengikisnya, strategi yang harus dilakukan diantaranya adalah sebagai berikut :
Pertama : memaksimalkan dana desa untuk kegiatan yang terkait langsung dengan target penurunan angka kemiskinan, misalnya pembangunan sarana produksi, jalur distribusi, pemberdayaan masyarakat, pengembangan pasar, dan sejenisnya.
Selama ini banyak desa yang menggunakan dana desa untuk membangun infrastruktur yang tidak terkait secara signifikan dengan pengentasan kemiskinan. Demikian juga dengan pemberdayaan masyarakat, mendapatkan porsi yang sangat kecil.
Ini mungkin yang menjadi penyebab mengapa dana desa yang hampir Rp 1 miliar per desa setiap tahunnya itu belum begitu berdampak secara signifikan terhadap pengurangan angka kemiskinan.
Kedua : menggandeng pihak ketiga melalui program CSR dan sejenisnya. BUMN, BUMD, swasta, lembaga filantropi, termasuk diaspora Purworejo di perantauan bisa menjadi pihak yang digandeng.
Di Desa Krandegan, misalnya, ada program irigasi gratis yang 100 persen didanai pihak ketiga sejak 2013. Ini sangat membantu petani mengurangi biaya produksi. Bahkan bisa meningkatkan produksi panen menjadi tiga kali dalam setahun.
Ketiga: mengoptimalkan pengelolaan zakat, infak, sedekah sebagai bagian dari upaya pengentasan kemiskinan. Potensi zakat, infak dan sedekah sebenarnya sangat besar. Hanya selama ini, belum dikelola dengan baik, tersistem dan terintegrasi.
Di tempat kami, strategi ini terwujud dalam program Telu Nulung Siji, Bantuan Cair Langsung, Dapur Umum, dan program pemberdayaan. Saat idul Adha yang lalu, misalnya, alhamdulillah terkumpul 25 ekor sapi untuk kemudian dipotong dan dagingnya didistribusikan ke masyarakat.
Sementara saat bulan Romadlon lalu, terkumpul dana ZISWAF sampai 120 juta rupiah. Di bulan – bulan biasa, setidaknya Rp 20 juta terkumpul dari pengelolaan zakat, infak, dan sedekah ini yang dikelola untuk membantu masyarakat miskin lewat berbagai program.
Keempat: memaksimalkan peran BUMDes sebagai penopang utama pendapatan asli desa. Selama ini, desa masih sangat tergantung dari dana desa dan dana transfer lainnya (ADD, Bagi Hasil Pajak dan Retribusi, Bangub, dll). Mulai saat ini dan ke depan, desa harus kuat dan mandiri secara ekonomi agar bisa menjalankan program pembangunan secara maksimal.
Desa juga harus bersiap jika suatu saat dana desa dihentikan. Untuk mewujudkan semua itu, BUMDes solusinya. Desa harus memiliki BUMDes yang kuat dan produktif di poin ini, Kami masih dalam proses merintis BUMDes Karya Muda.
Kelima : fokus kepada petani dan para pelaku UMKM sebagai bagian terbesar kelompok masyarakat yang ada di desa, tetapi sering termarjinalkan dalam pengambilan kebijakan publik. Memudahkan akses permodalan, meningkatkan skill dan kemampuan, membuka dan mengembangkan pasar adalah hal – hal yang harus dilakukan untuk mereka. Termasuk juga membantu digitalisasi sektor UMKM agar mereka memiliki daya saing di era Revolusi Industri 4.0.
Demikian tulisan singkat ini berdasarkan pengamatan dan pengalaman Kami dalam 7 tahun terakhir bergelut dengan segala permasalahan desa. Semoga bermanfaat untuk Purworejo ke depan.***
Penulis adalah Kepala Desa Krandegan, Kecamatan Bayan