Oleh : Wayah Bagelen
Mukadimah
Kiyai Imam Mukhalam ibarat sebuah permata yang hampir-hampir hilang, bukan karena ketokohan yang kontroversial, tetapi karena makna sejarahnya yang kemudian berpotensi menjadikan perdebatan panjang. Terutama pada isu Jari Jadi Kabupaten Purworejo dan juga para pihak merasa takut tertelanjangi oleh sejarahnya sendiri.
Penulisan naskah ini sudah terpaut 190an tahun setelah kejadian yang sesungguhnya. Suatu jarak yang terlalu lama untuk diingat bila mengedepankan bukti dan fakta riil, imposible. Terlalu mustahil.
Sehingga oleh kurun waktu yang panjang itu memungkinkan melahirkan fiksi, legenda atau cerita-cerita lisan, semacam dongeng yang dilebih-lebihkan dengan berbagai gaya dan versi. Kadang kurang bisa
diterima akal sehat.
Sebab waktu peristiwa kejadian itu dituliskan sudah tidak dapat ditemukan kembali pelukisan kejadian yang sebenar-benarnya. Selain hal yang demikian itu ditambah dengan sifat tradisi Jawa yang terlalu hati-hati menulis atau menceritakan tokoh yang masih memegang tampuk kekuasaan.
Pada akhirnya para penulis sejarah terpaksa menempuh jalan Sanepo atau Kiasan. Kemudian para generasi pewaris yang mendengar cerita lisan maupun bentuk naskah tulisan berusia usang itu dengan sangat terpaksa harus dapat membuka, mengerti dan memahami sanepo-sanepo tersebut agar mampu mengerti maksud sang penulis cerita di zaman dulu.
Berurusan dengan sanepo adalah sama halnya kita berhadapan dengan teka-teki. Dua makna, kronologi yang sebenarnya dan daya imaginasi penulis. Sejarah bebas men-sanepokan riwayat seseorang dan setiap tafsiran bisa saja keliru. Meski demkian tidak ada jalan lain yang dapat ditempuh dan harus tetap melalui tafsir.
Lakon Imam Mukhalam ini, penulis sengaja melucuti semua tokoh dari pakaian dongeng dan mereka ditampilkan sebagai manusia biasa serta dijauhkan dari segala tanggapan-tanggapan Kesaktian oleh Mistik. Misalnya cerita Arok cuma dengan sebilah Keris Mpu Gandringnya sukses besar mengalahkan Ametung yang dikelilingi ribuan pasukan tempur.
Apa peristiwa Arok tersebut di atas bisa dipertanggung jawabkan? Apa betul Arok cuma seorang diri? Cerita itu tidak ubahnya dalam zaman now ini, ingat Rambo! Veteran serdadu AS seorang diri mengalahkan batalion tempur Vietnam?
Penulis menaskahkan lakon Kyai Imam Mukhalam tidak seperti cerita semacam itu, namun Imam Mukhalam sebagi manusia lumrah yang memiliki mimpi, usaha, kegagalan dan keberhasilan.
Tulisan Ini Jujur Sudah Terlambat
Jarak waktu membentang panjang, antara jatuhnya Pangeran Diponegoro 1830an, dan Republik Reformasi yang sudah berusia hampir 20 tahun, kondisi ini boleh dibilang sudah hampir dua abad atau 200 tahun. Secuilpun Imam Mukhalam tidak meninggalkan bekas, kecuali beberapa orang keturunan yang ada di sekitaran Bagelen dan Ngambal, Urut Sewu – Kebumen serta Pusara Bisu di perkuburan umum bernama Siligundhi di bawah rimbun pohon Kepuh, seberang selatan RSUD Purworejo.
Dalam jarak waktu yang begitu panjang dari pada peristiwa itu sebenarnya terjadi, tutur para sesepuh, mempunyai kesempatan berkreasi sesuai kehendak bebas berhalusinasi dan tidak perlu pertanggungjawaban kepada siapapun.
Itu kemudian menyulitkan bagi penulis untuk menaskahkan kisah yang sebenar-benarnya, mengingat dongeng tersebut dituturkan waktu penulis masih duduk di bangku SMP. Dan waktu itu sulit mencari sumber cerita dari sesepuh yang lain sebagai bahan pembanding.
Kesimpulan
Cerita Kyai Imam Mukhalam Gegeduk Kedu Selatan ini terjadi antara naiknya Ki Reksodwiryo, mantri gladak Kasunanan, menjadi dipati wilayah baru bernama Kadipaten Purworedjo.
Sebagi penutup mukadimah ini, sepenuhnya penulis cadangkan kemungkinan akan adanya kekeliruan, kekurangan dan tafsiran, meski sudah diupayakan untuk menghindarinya. Maka karena itu setiap pendapat dipersilahan menegur lisan maupun tertulis sangat diharapkan.
Namun apabila buku cerita tentang Kiyai Imam Mukhalam ini bisa diterima oleh panggung internal Purworejo, berarti pertanggungjawaban sebagai penulis tidak diperlukan lagi. (Bersambung)
thank you