PENGALAMAN belajar di luar negeri, memperluas cakrawala Bram, yang melihat, sebenarnya generasi muda Indonesia sangat potensial.
“Bila diberikan kesempatan yang sama, saya ingin bisa maju. Sejarah perjalanan bangsa ini sudah membuktikan, anak-anak muda yang datang dari lingkungan keluarga sederhana, mampu menjadi tokoh dunia,” ujarnya.
Karena itu, Mas Bram yakin, Indonesia bisa menjadi negara yang adil, makmur, sejahtera dengan generasi muda yang berpendidikan tinggi.
“Generasi baru Indonesia mampu berkarya dan mengejar cita-citanya. Bahkan di Indonesia, tanpa harus ke luar negeri dan tanpa harus memikirkan dulu kebutuhan-kebutuhan dasar karena semua sudah terpenuhi,” ujar Bram yang sempat berwirausaha, jualan batik.
Dalam hal politik, Bram mengemukakan, dia beruntung punya kesempatan berkunjung dan berinteraksi langsung dengan rakyat di desa-desa. Dia berkunjung dan berdialog dengan petani – buruh tani – guru – pensiunan tentara dan pensiunan pegawai negeri di Purworejo, Wonosobo, Temanggung, dan Magelang.
“Nalar, nurani, dan perasaan saya teresonansi oleh realitas kehidupan rakyat, yang mungkin tak terbayangkan oleh mereka yang hidup bersenang-senang di Jakarta atau di luar negeri,” ujarnya.
Dalam pertemuan-pertemuan dengan warga, Bram menyerap suara hati rakyat yang selalu menjadi obyek politik lima tahun sekali, tapi aspirasi mereka nyaris tak terdengar di pusat-pusat kekuasaan. Sehingga terjadi kesenjangan antara kebijakan dan eksekusinya di lapangan.
“Tidak sedikit, mereka yang selama kampanye, berbaik-baik dengan rakyat, tetapi setelah bertengger, lupa dengan rakyatnya. Saya tidak mau begitu,” sambungnya.
DARI banyak kalangan yang dia temui di perdesaan, Mas Bram mengaku beroleh banyak cerita tentang almarhum kakeknya, Jenderal (Purn) Sarwo Edhie Wibowo.
“Terus terang saya terhenyak mendengar cerita tentang kejujuran dan kesederhanaan, serta keteguhan sikap beliau, bahkan sampai beliau wafat. Saya harus lanjutkan perjuangan beliau. Saya tidak boleh membuat nama besar beliau tercemar. Ini tantangan buat saya. Bukan beban,” ungkapnya.
Itulah sebabnya, Mas Bram spontan menjawab tantangan Partai Demokrat untuk berkontestasi politik dalam Pemilu Legislatif 2019 di Daerah Pemilihan VI – Jawa Tengah.
“Ini tanah leluhur kakek saya. Di sini juga, nenek saya dan sebagian keluarga saya berasal, sekaligus mengabdikan dirinya,” ungkap Mas Bram.
Lelaki muda dan lajang yang cerdas, keren, gaul tapi sederhana ini tak pernah lelah belajar. Acapkali dari desa-desa di daerah eks Karesidenan Kedu, ini dia ekspresikan kepeduliannya. Sekaligus mendiskusikan solusinya dengan para senior, termasuk ayahnya.
“Saya juga menyerap strategi perjuangan yang disampaikan Mas AHY saat Rapimnas Partai Demokrat kemarin. Apa yang beliau sampaikan adalah solusi kongkret. Saya melihat dan merasakan sendiri,” tutur Mas Bram, yang beberapa kali berdiskusi intensif dengan AHY, kakak sepupunya itu.
Siap berjuang Mas Bram?
“Saya siap.. rakyat harus dimenangkan dengan cara-cara cerdas, segar, karib, dan berakhlak,” ungkapnya. Sejumlah senior dari berbagai latar (kyai, profesional, pensiunan tentara, tokoh masyarakat, dan kaum ibu) menjuluki Mas Bram, sebagai sosok politisi generasi millenial yang bernas, religius, amanah dan muda. (Selesai)